Oleh
Riwayat
Guru PAI SMPN
21 Padang
Tetapi
mereka bermain-main dalam keragu-raguan. Maka tunggulah hari ketika langit
membawa kabut yang nyata. Yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih.
(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, lenyapkanlah dari Kami azab itu.
Sesungguhnya Kami akan beriman".(QS. Ad Dukhaan:10-12).
Dari
terjemahan ayat tersebut dapat dipahami
bahwa azab Allah dapat berupa kabut
asap. Kabut mempunyai arti kelam; suram; tidak
nyata. Sedangkan asap merupakan hasil
dari pembakaran. Kabut asap merupakan
hal yang membuat hati seseorang, keadaan seseorang kelam, suram, resah dan
gelisah. Kabut asap menjadi bencana, sehingga yang merasakan danmengalamai
kabut asap akan merasa gelisah dan gelisah. Bahkan menimbulkan banyak sumpah
serapah di tengah masyarakat.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, mengomentari QS. Ad Dukhaan:10-12, bahwa ini berbicara
tentang keesaan Allah, tentang kuasa Allah
terhadap alam raya ini. Allah yang mengendalikan alam raya ini, akan tetapi
banyak manusia yang enggan meyakininya, dan bahkan terkesan bermain-main dan
ragu-ragu akan keesaan, kekuasaan Allah. banyak manusia yang bermain-main, beraktivitas
yang tidak mempunyai tujuan yang benar sesuai dengan aturan dan ketentuan
Allah. aktivitasnya banyak tidak bermanfaat, baik bagi diri apalagi berguna
bagi orang lain. Konsekuensi dari sikap
main-main tersebut akan dibalas Allah dengan azab yang pedih.
Kabut asap dalam Al-Quran
disebut dengan dukhon. Mengenai makna
dukhon dalam ayat ini banyak ulama berbeda pendapat. Pertama, ada yang mengartikan dukhon dengan makna bagaikan kabut asap, maksudnya adalah maksudnya
adalah debu yang berterbangan dari tanah akibat kekeringan yang berkepanjangan.
Kedua, makna dari dukhon dalam ayat
tersebut adalah debu-debu yang
berterbangan ke atas, akibat banyak kuda-kuda yang berlari dalam perang Badr,
tidak kurang dari tujuh puluh tokoh Musyrikin tewas, dan Islam mendapatkan
kemenangan dalam perang tersebut. Ketiga, ada yang menyatakan makna dukhon yang
dimaksud dalam ayat tersebut belum akan terjadi, dukhon akan muncul
ketika menjelang kiamat.
Quraish Shihab lebih cenderung kepada pendapat pertama, yaitu
kabut asap yang ditimbulkan kekeringan yang berkepanjangan. Penulis juga lebih
cenderung pendapat pertama. Hal ini
tentunya juga diperkuat oleh realitas saat ini bahwa kabut asap dapat terjadi
kapan saja, terutama ketika terjadi
kekeringan yang berkepanjangan, kekeringan yang berkepanjangan akan menimbulkan tanah kering dan berdebu, dan
ketika datang angin kencang, maka debu tersebut akan berterbangan. Termasuk
juga keinginan instan manusia dalam membersiha ladang dan lahan mereka, dengan
cara membakarnya.
Kebakaran hutan dan
lahan terjadi hampir setiap tahun. Sehingga
menimbulkan kabut asap. Kabut asap telah menjadi bencana bagi masyarakat,
aktivitas terganggu, dan menimbulkan banyak penyakit. Berdasarkan Pantauan
satelit NOAA18 titik ada 145 titik api di Riau. Konsentrasi titik api di
Bengkalis 38, Meranti 20, Siak 19, Pelalawan 19, Dumai 17, Inhil 15, Rohil 14,
dan Kuansing 3. Akibat kebakaran tersebut banyak warga
terkena penyakit akibat asap. Paling tidak 41.589 jiwa menderita ispa, 1.544 jiwa
menderita asma, 1.385 jiwa iritasi mata, 2.084 jiwairitasi kulit, dan 862 jiwa
pneumonia. (Tribunnews.com).
Kabut
asap merupakan ulah pribadi, tetapi akibat yang ditimbulkan tidak lagi
individu, tetapi melibatkan kepentingan
umum, kepentingan masyarakat luas. Dalam
Al-Quran telah dinyatakan bahwa kesalahan individu dapat memicu azab Allah,
yang azab tersebut tidak ditanggung oleh pelaku saja, tetapi orang lain yang
tidak melakukan pun akan terkena azab tersebut. Allah berfirman, yang artinya: Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan
dosanya, Maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu
kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di
antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan Allah sekali-kali tidak
hendak Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka
sendiri. (Q.s. Al-Ankabut:40)
Jika
ditelusuri, bencana yang kita alami ternyata muaranya dari diri kita sendiri.
Manusialah sebenarnya yang mengundang
bencana. Allah berfirman: Dan apa saja musiban yang
menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu. (Q.s. As-Syura:30).
Akan
tetapi, banyak diantara kita yang lupa
diri. Dan tidak peduli terhadap akibat perbuatannya.lupa diri bahwa
perbuatannya akan berakibat bukan hanya bagi dirinya, akan tetapi juga berakibat
untuk banyak orang. Menyebar bukan hanya di kediamannya, akan tetapi ke
lingkungan yang lebih luas. Rasulullah saw
bersabda,“Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah
(rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, belajar bukan karena agama,
tetapi untuk meraih tujuan duniawi semata, suami tunduk pada istrinya, durhaka
terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah,
bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasik menjadi pemimpin suatu
bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati
karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat)
banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini
sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin. Maka hendaklah mereka
waspada karena pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa, longsor dan
kemusnahan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti
untaian permata yang berjatuhan karena terputus talinya.”(HR. Tirmidzi).
Perilaku yang tidak terkontrol, perilaku melawan aturan Allah,
hukum Allah akan menjadi penyumbang besar datangnya bencana di bumi ini.
kebanyakan manusia melupakan akibat buruk
dari perilakunya.
Satu orang, sekelompok orang yang berbuat melawan aturan Allah, akibatnya bukan mereka
saja yang terkena imbasnya akan tetapi melibatkan banyak orang. Allah berfirman
artinya, "Jikalau
Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan
ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi
Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila
telah waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya." (Q.s. An-Nahl: 61).
Meskipun yang berbuat segelintir
orang, akan tetapi azabnya untuk banyak
orang. Jika dilihat dari sudut pandang manusia, hal ini tidak adil, akan tetapi jika
dilihat dari sudut pandang Ilahi,
barangkali ini yang terbaik.
Nabi Muhammad Saw bersabda,"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya,
tidaklah menimpa seorang mukmin suatu kesulitan, cobaan, gelisah dan kesedihan
kecuali Allah hapuskan darinya dengan aneka musibah itu semua
kesalahan-kesalahannya, sampai duri yang menusuknya pun diganjar seperti
itu." (HR
Bukhari). Walaupun, membakar hutan, membakar lahan adalah ulah segelintir
orang, akan tetapi akibatnya bukan saja
secara kualitas sosial, akan tetapi
berujung kepada kualitas keagamaan
seseorang.
Sikap tidak taat aturan dan hukum, bukan sekadar berakibat
secara sosial individu, seseorang, tetapi juga secara religius individu
tersebut. Pada hakekatnya, ketika seseorang melanggar aturan Allah, maka
biasanya aturan manusia akan mudah dilanggarnya. Ketika aturan manusia
dilanggar akibatnya, bukan sekedar urusan duniawi, akan tetapi juga terkait
dengan urusan ukhrowi.
Bencana dalam pandangan orang beriman, adalah berasal dari
sikap manusia yang melawan dan melanggar aturan Allah, yang akibatnya akan
kembali kepada manusia sendiri. Didi lain, apapun benaca yang dialami oleh
orang beriman akan selalu berakibat
positif, hanya jika disikapi dengan
sudut pandang Ilahiyah. Dan bukan
dalam sudut pandang insaniyah.
Hal ini dapat dicermati dari hadis Nabi sebagai berikut: Dari
'Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata, "Maukah aku kabarkan kalian dengan
ayat paling utama di dalam Kitabullah yang disampaikan Rasulullah Saw kepada
kami, yaitu dan apa
saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Rasulullah Saw bersabda, Aku akan
menafsirkannya untukmu wahai Ali, "Apapun
yang menimpa kalian berupa penyakit, siksaan, atau bencana di duania, maka itu
semua akibat perbuatan kalian, dan Allah lebih bijak daripada mengulangi
siksaannya atas kamu nanti di akhirat. Dan apa yang telah Allah maafkan di
dunia, maka Allah lebih bijak untuk kembali (menyiksamu) setelah
dimaafkannya." (HR
Ahmad dan Ibnu Hatim)
Agar kita terhindar darai berbagai bencana, perlu kita
kembali kepada Allah. hanya dengan kembali kepada Allah semua akan menjadi
baik. Kembali kepada ajaran-Nya, kembali kepada aturannya. Sebab semua adalah
dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Allah berfirman yang artinya sebagai
berikut: dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.(QS. Al-Baqarah: 155-156)
Posting Komentar